Metrotvnews.com, Jakarta: Teror bukan hal asing bagi penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Sebelum kasus penyiraman air keras ke wajahnya 11 April lalu, rentetan teror telah dirasakan oleh Novel.
Novel sadar betul risiko tersebut. Menurutnya, ada banyak teror yang diterimanya selama menjadi penyidik KPK.
"Teror-teror ini bukan pertama kali terjadi. Sudah banyak teror serupa yang tidak terpublikasi dengan baik," kata Novel dalam program Mata Najwa di Metro TV, Rabu 26 Juli 2017.
Ia menceritakan, ada beberapa teror yang dilakukan oleh orang yang sama sejak lalu. Ia meyakini pelaku teror itu merupakan oknum kepolisian.
Novel mengakui telah mengantongi bukti-bukti teror yang ditujukan kepadanya ataupun penyidik KPK lainnya. Jenis teror pun beragam, umumnya teror melalui telepon.
Dalam kesempatan itu, Novel sempat menunjukan secarik kertas kepada Najwa Shihab. Kertas tersebut, kata Novel, berisi daftar nama penyidik KPK beserta biodata, nomor telepon, alamat rumah, hingga rute pulang dan pergi ke tempat kerja.
"Dan kertas ini diberikan kepada eksekutor untuk dilakukan eksekusi. Itu berbahaya sekali," tuturnya.
Kerabat Anies Baswedan ini menilai hal tersebut sebagai salah satu upaya teror. Setiap penyidik KPK bisa kapan saja dihabisi.
Novel sangsi jika harus menyerahkan kertas tersebut ke penyidik kepolisian untuk mengusut kasus yang menimpanya. Ia berniat menyerahkan daftar nama itu jika dibentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).
"Saya akan berikan fakta-fakta yang seperti ini (Kalau TGPF dibentuk). Tapi, kalau disampaikan ke penyidik kepolisian, mengungkap teror saya aja tidak berani, apalagi yang begini," tuturnya.
Novel mengatakan, jika pemerintah serius mengungkap kasus penyerangannya, lebih baik dibentuk TGPF untuk mengungkap fakta-fakta. Itupun dengan catatan, pemerintah menganggap penting kasus ini.
Pemerintah, kata Novel, harus mengambil sikap tegas terkait teror-teror yang ditujukan kepada dirinya dan penyidik KPK lainnya. "Bayangkan, seorang aparatur yang bekerja untuk negara dan kemudian diteror, diserang, dipermalukan, dan kemudian negara membiarkan. itu suatu hal yang luar biasa," ujar Novel.
(FZN)
Kedua kasus dinilai menyangkut masa depan pemerintahan Indonesia.
SETELAH hampir dua tahun berlalu, upaya untuk mengungkap kasus penyerangan terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (…
SETELAH hampir dua tahun berlalu, upaya untuk mengungkap kasus penyerangan terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (…
SETELAH hampir dua tahun berlalu, upaya untuk mengungkap kasus penyerangan terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (…
Polri menyatakan masih mampu mengusut kasus tersebut.
Jika terus dibiarkan, kelelahan yang tak tertangani dengan baik dapat mengganggu produktivitas dan m…
Pastikan Anda menghuni rumah yang nyaman dengan melapisi dinding menggunakan cat pelapis anti bocor.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir menolak tidak mau bernegosiasi jika nilai proyek terlalu mahal.
Jokdri diduga mengatur jadwal dan perangkat pertandingan.
Terdakwa kasus suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau (PLTU Riau-1), Eni Maulani Saragih dinilai terbukti menerima suap Rp…
Masing-masing berasal dari adik dan ayah kandung korban.
Dugaan keterlibatan Warga Negara Indonesia (WNI) dalam serangan bom Gereja Katedral Our Lady of Mount Carmel di Jolo, Filipina, be…
Hal ini terungkap pasca-pemeriksaan Jokdri selama 20 jam pada Senin, 18 Februari 2019.
Tuntutan pencabutan hak politik selama lima tahun dinilai berlebihan.
KPK mengimbau semua pihak menghormati proses hukum yang berjalan.
KPK dan Australia sepakat mempererat kerja sama dalam proses hukum antar kedua negara.
Satgas terus melakukan pengembangan.
KPK memanggil Sekretaris Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Neg…