Metrotvnews.com, Jakarta: Pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi tentulah harus orang yang tidak membenarkan sikap korup. Apalagi, melakukan korupsi dengan cara menyuap supaya mendapatkan apa yang diinginkan seseorang atau sekelompok orang.
Tapi, tidak dengan calon pimpinan KPK satu ini. Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang juga Calon Pimpinan KPK, Alexander Marwata membenarkan sikap korup yang dilakukan oleh Direktur PT Soegih Interjaya (SI) Willy Sebastian Lim.
Hal ini dituangkan dalam sidang putusan buat terdakwa Willy Sebastian di Pengadilan Tipikor, Rabu (25/7/2015) malam. Dalam putusannya, sebagai hakim anggota empat dia menganggap pendapat penuntut umum yang menyatakan perpanjangan penggunaan TEL adalah keputusan Direktur Pertamina Suroso Atmomartoyo karena ada kesepakatan pemberian fee antara Direktur PT SI, M Syakir dan Suroso sebesar USD500 untuk setiap metrikton pembelian TEL dengan harga USD11 ribu dollar/metrik ton adalah tidak berdasar
"Perpanjangan penggunaan TEL adalah keputusan yang diambil oleh manajemen PT Pertamina dan bukan semata-mata keputusan Suroso Atmomartoyo. Keputusan tetap menggunakan TEL juga tidak dapat dilepaskan dari keputusan pemerintah terkait dengan pemberian subsidi BBM," pungkas Alex.
Terkait hal itu maka Dakwaan Pasal 5 ayat 1 huruf b penuntut umum kata Alex seharusnya membuktikan korelasi atau hubungan pemberian uang yang diberikan oleh Willy dikaitkan dengan kewajiban yang melekat pada Suroso Atmomartoyo.
Sementara kata dia, dalam fakta persidangan perpanjangan penggunaan TEL telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ada.
Tidak ada hal-hal yang diperbuat Suroso bertentangan dengan kewajiban dalam jabatan.
"Terdakwa baik secara sendiri maupun orang lain tidak pernah mempengaruhi Suroso Atmomartoyo untuk menerbitkan surat pemesanan TEL," ujar Alex.
Lantaran tidak terbukti kata dia, seharunya terdakwa dibebaskan dari tuntutannya. "Oleh karena terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi baik sebagaimana didakwakan jaksa penuntut umum baik dakwaan pertama atau dakwaan kedua maka terdakwa haruslah dibebaskan dari dakwaan-dakwaan tersebut," pungkas Alex.
Namun, pendapat Alex bertentangan dengan empat hakim lain. Empat hakim lain menilai Willy terbukti bersalah menyuap Suroso USD190 ribu. Uang tersebut diberikan Willy ke Suroso agar menyetujui perusahaan asal Inggris Octel Innospec melalui PT SI sebagai penyedia Tetraethyl Lead (TEL) untuk kebutuhan kilang milik Pertamina periode Desember 2004-2005.
Willy juga dinilai memberikan fasilitas perjalanan ke London buat Suroso dan biaya menginap selama berada di London. Terkait hal itu, Willy dihukum tiga tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider tiga bulan.
"Menyatakan bahwa terdakwa Willy Sebastian Lim telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana turut serta melakukan korupsi secara berlanjut. Menjatuhkan pidana oleh karena itu pada Willy Sebastian Lim dengan pidana penjara selama tiga tahun dan denda sebesar Rp50 juta subsider tiga bulan," kata Hakim Jhon Halasan Butar-butar saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (29/7/2015).
(AZF)
Jika terus dibiarkan, kelelahan yang tak tertangani dengan baik dapat mengganggu produktivitas dan m…
Pastikan Anda menghuni rumah yang nyaman dengan melapisi dinding menggunakan cat pelapis anti bocor.
Jaksa Agung M Prasetyo menyerahkan kapal berukuran cukup besar ke Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Anak Santoso segera masuk DPO.
Polisi Diraja Malaysia (PDRM) masih menyelidiki penyebab kasus mutilasi.
Majelis hakim diminta melanjutkan pokok perkara Karen.
Akun @alpantuni dapat diproses polisi bila ada unsur pidana.
Penggeledahan berkaitan dengan proses penyidikan kasus dugaan korupsi 14 proyek fiktif, yang digarap PT Waskita Karya.
Eni menelepon Sofyan supaya segera memenuhi kepentingan Idrus.
Pelaku kasus yang menghebohkan warga Jateng masih diburu.
Emosi Sofyan meledak saat Kotjo membahas rencana proyek PLTU Riau-II.
Sofyan Basir bakal diperiksa sebagai saksi.
KPK memanggil Sekretaris Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Neg…